Jumat, 15 Agustus 2008

Mendatangkan Devisa dengan Mengekspor Limbah Plastik

JAKARTA – Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa yang baru lulus, pasti memiliki keinginan untuk bekerja di sebuah perusahaan besar, termasuk pada sebuah bank, dengan maksud agar gaji yang diperolehnya besar.

Kenyataan demikian pernah dilakukan Muhammad Baedowy, lulusan jurusan akutansi Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Malang. Begitu lulus dari Universitas Merdeka, Baedowy langsung diterima bekerja di Multicor Bank, sebuah bank asing asal Scotlandia.
Pada bank asing yang berkantor kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta ini, Baedowy menikmati berbagai fasilitas dan gaji cukup lumayan. Namun ternyata, berbagai fasilitas enak tersebut tidak membuat mantan penjual pisang molen ketika masih kuliah ini kerasan bekerja, tapi justru sebaliknya ingin keluar dan ingin berusaha sendiri. Makanya, ketika karyawan bank takut di PHK, Baedowy malah mengajukan permohonan pengunduran diri.
Sebelum berhasil merealisasikan cita-citanya membangun usaha sendiri, mantan karyawan Multicor Bank ini, pernah bekerja pada sebuah perusahaan batik, milik warga Negara Belanda. Ketika masih menjadi karyawan perusahaan batik inilah, Baedowy yang kini memiliki 43 mitra yang tersebar di sejumlah provinsi bertemua dengan mantan pejabat bank pemerintah yang mengajaknya membuat usaha pengolahan sampah dan penggilingan plastik.
“Kerja sama dengan mantan pejabat bank tersebut tidak berlangsung lama, karena di antara kami tidak ada persamaan visi dalam mengelola bisnis pengolahan sampah. Akhirnya, kami berpisah baik-baik dan saya mendirikan perusahaan pengolah limbah sendiri dengan modal sekitar Rp 50 juta,” kata Baedory kepada SH, di Jakarta, Jumat (13/9).
Dengan modal Rp 50 juta, Baedowy memulai usahanya dengan mendirikan PT Majestic Buana Cipta Cemerlang, yang bergerak di bidang daur ulang plastik dan penggilingan PET. Alasan terjun ke bisnis daur ulang plastik dan penggilingan PET, menurut aktivis serikat pekerja di Multicor Bank ini, antara lain, karena persaingan bisnis ini masih terbuka, tenaga kerja tidak memerlukan tenaga profesional, maka perlu diambil dari sekitar perusahaan, sehingga kehadirannya mampu memberikan nilai tambah bagi penduduk sekitarnya. Selain itu, usaha ini risikonya kecil dan peluang ekspornya masih terbuka.

Datangkan Devisa
Hasil pengolahan sampah plastik, menurut Baedowy, tidak bakal kelebihan pasokan. Pasalnya, sampah bekas botol minuman ini, setelah diolah bisa menghasilkan polyester yang bisa dipergunakan sebagai bahan baku bermacam produk, seperti benang, keset, rambut boneka, karpet, dan lain sebagainya.
“Sampah plastik kalau kita biarkan akan menjadi musuh masyarakat, karena tidak bisa busuk. Tapi, setelah diolah bisnis ini menjadi bisnis ramah lingkungan, mampu menyerap tenaga kerja banyak dan menghasilkan devisa,” paparnya.
Baedowy menambahkan, untuk memulai bisnis ini juga cukup mudah, karena tidak memerlukan modal besar dan kepandaian khusus. Investasi untuk memulai bisnis tidaklah sama. Bagi yang memiliki lahan sendiri, investasi jelas lebih murah, karena tidak perlu mengeluarkan uang sewa buat pabrik pengolahan, tapi hanya untuk membeli mesin yang harganya sekitar Rp 25 juta.
Meski mantan karyawan Multicor Bank ini, kini sukses jadi pengusaha pengolah limbah tidak ingin memonopoli bisnis ini. Sebaliknya, lulusan jurusan akutansi Universitas Merdeka Malang ini, ingin berbagai pengalaman dengan banyak orang yang kini diwujudkan dalam bentuk kemitraan. “Bagi yang ingin memulai, kami siap membimbing mulai dari awal hingga mampu menghasilkan polyester,” kata Baedowy.
Bagi masyarakat yang ingin bermitra dengan PT Majestic Buana Cipta Cemerlang, Baedowy telah membuat aturan dengan jelas. Pertama, bagi yang ingin menerjuni bisnis ini harus membeli mesin daur ulang plastik dari PT Majestic Buana Cipta Kreasi, yang juga milik Baedowy.
Dalam perjanjian disebutkan, pembeli mesin daur ulang, PT Majestic Buana Cipta Kreasi akan melatih, membina hingga pembeli bisa memproduksi gilingan PET. Bukan hanya itu, pihak PT Majestic juga bersedia membeli seluruh hasil gilingan, dengan syarat lulus pemeriksaan dan memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Dalam perjanjian dengan pembeli mesin produk PT Majestic, juga disebutkan pihak pembeli juga diminta menyetorkan uang sebesar Rp 1 juta sebagai jaminan jika terjadi pelanggaran yang dilakukan pembeli mesin.
Misalnya, pembeli mesin menjual hasil produksinya kepada pihak lain, tanpa melapor kepada PT Majestic yang membinanya, maka uang jaminan akan menjadi hak PT Majestic. Sebaliknya, PT Majestic akan mengembalikan uang jaminan dua kali lipat jika selama dua tahun antara mitra binaan tidak melakukan pelanggaran.
(SH/ignatius gunarto)

Copyright © Sinar Harapan 2003

0 komentar:

Posting Komentar